Jumat, 10 Oktober 2014

Kajian Pemakai



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kajian pemakai (user studies) informasi dalam kegiatan perpustakaan sebenarnya  sangat penting, namun karena baru dikenal secara teori saja sehinga pelaksaannya banyak di pertanyakan sedangkan tidak cukup sampai ilmu teori saja yang harus dipahami karena pada kenyataan teori dan praktek tidak selalu sama. Secara faktual Perpustakaan di Indonesia belum mengarahkan perhatian khusus pada kajian pemakai, karena bidang ini berhubungan langsung dengan pemakai (user), kebutuhan informasi, perilaku pencarian informasi dan pendekatan-pendekatan dalam pencarian informasi.  Bagi pustakawan kajian pemakai ini dapat membantu meningkatkan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pemakai, misalnya membantu sebagai alat bantu penelusuran, kepuasan pemakai dan berbagai hal lain yang berkaitan langsung pada pemakai. Pada dasarnya kajian pemakai dapat menjadi umpan balik bagi perpustakaan guna memberikan pelayanan yang lebih baik.
B.     Rumusan Masalah
1.      Kapan kajian pemakai digunakan?
C.     Tujuan
Untuk mengetahui kapan kajian pemakai digunakan


BAB II
PEMBAHASAN
Kajian pemakai digunakan pada saat:
A.    Ingin meneliti karakteristik pemustaka

Kajian pemustaka bisa digunakan untuk kepentingan penelitian yang berkaitan dengan pemustaka. Sebagai contoh seorang peneliti datang ke sebuah perpustakaan untuk meneliti layanan perpustakaan dengan kepuasan pemustaka.
Hasil akhir penelitian tersebut bisa berupa :
·         Skripsi
·         Jurnal
·         Artikel

B.     Mempelajari individu sebagai pemustaka
Menurut Hugh Flemming dalam bukunya yang berjudul User Education in Academic Libraries, pendidikan pemakai atau yang disebut dengan User Education adalah berbagai jenis program tentang pengarahan, pendidikan, dan eksplorasi yang disediakan perpustakaan kepada pengguna untuk menjadikan mereka lebih efektif, efisien, dan mandiri dalam penggunaan sumber-sumber informasi serta pemberdayaannya dan pelayanan informasi yang telah disediakan oleh perpustakaan untuk diakses oleh para pengguna.
Pustakawan harus bisa mempelajari dan memahami apa tujuan seorang pemustaka datang ke perpustakaan, dan harus bisa memberikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan pemustaka sehingga pemustaka merasa puas dan ketika membutuhkan suatu informasi maka pemustaka akan datang kembali ke perpustakaan tersebut.
C.     Memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan pemustaka.
Kajian pemakai, dapat membantu pustakawan dalam memberikan layanan kepada pemustaka. Dengan melakukan kajian pemakai, pustakawan dapat membantu memecahkan masalah yang dihadapi oleh pemustaka, baik masalah dalam mencari informasi maupun masalah pelayanan ataupun fasilitas.
Kajian pemakai dapat pula membantu pustakawan dalam memahami karakteristik pemustaka. Adapun karakteristik pemustaka menurut Sulistyo Basuki,yaitu :
·         Pemakai yang belum terlibat dalam kehidupan aktif pencarian informasi
·         Pemakai yang mempunyai pekerjaan tetap dan bidang spesialisasi tertentu
·         Pemakai umum
Jika kita sudah melakukan kajian pemakai baik untuk meneliti karakteristik pemustaka, mempelajari individu sebagai pemustaka, maupun untuk memecahkan masalah yang dialami pemustaka, maka kita dapat:
·         Mengetahui informasi yang dibutuhkan pemustaka
Belkin (1985): 11-19) menyebutkan bahwa kebutuhan informasi muncul karena ada kesenjangan dalam struktur pengetahuan pemakai untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Kesenjangan ini dinamakan Anomalous state of knowladge. Kesenjangan ini pula yang pada akhirnya mendorong pemakai untuk mencari informasi.
·         Mengetahui pola pencarian informasi
Kuhlthau menyatakan bahwa proses pencarian informasi dibagi menjadi enam tahap;
1.      Inisiasi
Pada tahap ini biasanya pemakai masih ragu terhadap inti permasalahan.
2.      Seleksi
Pemakai mulai melakukan pemilihan informasi. Pemakai sudah merasa optimis setelah memilih topik dan merasa siap untuk memulai penelusuran.
3.      Eksplorasi
Pemakai mulai menyelidiki informasi tentang topik yang dicari.
4.      Formulasi
Pada tahap ini keraguan tentang informasi yang ingin dicari mulai menghilang namun rasa kepercayaan diri mulai tumbuh.
5.      Koleksi
Pemakai mengumpulkan informasi yang terfokus pada masalah yang dihadapi.
6.      Presentasi
Menyelesaikan pencarian informasi
Sedangkan menurut Ellis (1987), model pencarian informasi dibagi menjadi :
1.      Starting
Pencari informasi mulai melakukan pencarian atau pengenalan awal terhadap rujukan.
2.      Chaining
Mulai menampakkan kegiatannya dengan mengikuti saluran-saluran (rantai) yang menghubungkan antara bentuk bahan acuan dengan alat penelusuran.
3.      Browsing
Ditandai dengan kegiatan pencarian yang mulai diarahkan pada bidang-bidang yang minatnya.
4.      Differentiating
Pada tahap ini pemakai mulai menggunakan sumber yang bermacam-macam.
5.      Monitoring
Pada tahap ini pencari informasi mulai menyiapkan diri untuk pengembangan lebih lanjut dari pencarian informasi yang dibutuhkannya dengan cara member perhatian yang lebih serius terhadap sumber-sumber tertentu.
6.      Extracting
Tahap ini lebih sistematis dalam pencarian informasi, kegiatan dilakukan melalui sumber-sumber khusus untuk pemetaan (pengelompokan) bahan-bahan yang menjadi minatnya.
Sedangkan untuk ilmuwan bidang ilmu alam enam tahapan tersebut dilengkapi dengan verifying dan ending.
Terdapat perbedaan pola pencarian pada zaman Baby Boomer, X, dan Y. Berikut perbedaannya:
1.      Starting
Pada tahap ini, baik pada generasi babyboomer, X, maupun pada generasi Y, mereka sama sama pergi ke tempat pencarian informasi. Tempat pencarian informasi tersebut bisa di perpustakaan, ataupun lemari buku pribadi.
2.      Chaining
Mulai mencari berbagai informasi yang berkaitan dengan informasi yang dicari.
3.      Browsing
Pencari informasi sudah mengetahui apa yang akan ditelusur. Alat yang digunakan sebagai pencari informasi pada generasi baby boomer menggunakan katalog manual. Sedangkan generasi X mereka mulai menggunakan katalog online dalam mencari informasi, tetapi  ada juga yang masih menggunakan katalog manual. Dan pada generasi Y, mereka mencari informasi dengan cara yang instan, yaitu melalui mesin pencarian OPAC. Namun di perpustakaan tetap disediakan katalog manual agar generasi baby boomer dan generasi x masih dapat mencari informasi.


4.      Differentiating
Pada tahap ini pemakai mulai menggunakan sumber yang bermacam-macam. Generasi baby boomer menggunakan informasi dari berbagai sumber yang sudah dicari melalui katalog manual. Sedangkan pada generasi X menggunakan informasi dari sumber-sumber yang didapat melalui katalog online ataupun katalon manual. Begitu pun dengan generasi Y.
5.      Monitoring
Baik generasi baby boomer, X, maupun Y, mereka melakukan pengembangan lebih lanjut dari informasi yang dibutuhkan. Perbedaannya terdapat pada cara mencari informasinya. Generasi baby boomer mencari menggunakan katalog manual. Generasi X ada yang sudah menggunakan katalog online ada juga yang masih manual. Sedangkan generasi Y menggunakan katalog online.
6.      Extracting
Pada tahap ini, baik generasi baby boomer, X, maupun generasi Y, mereka melakukan penyusunan dari informasi yang sudah didapatkan.
Di Perpustakaan Perguruan Tinggi pun terdapat perbedaan dalam pola pencarian informasi antara mahasiswa lama dan mahasiswa baru. Dalam mencari informasi, mahasiswa lama tidak perlu di beri bimbingan. Mereka akan langsung menuju rak tempat informasi yang mereka butuhkan setelah melakukan pencarian di OPAC. Untuk mahasiswa baru, sebaiknya pustakawan memberi bimbingan kepada pemakai pada saat kegiatan penerimaan mahasiswa baru berlangsung, tujuannya agar mahasiswa baru tidak bingung saat mencari informasi yang dibutuhkan di perpustakaan.
·         Mengevaluasi layanan perpustakaan
Dengan melakukan kajian pemakai kita dapat mengevaluasi layanan-layanan apa saja yang perlu diperbaiki guna meningkatkan mutu pelayanan dan tingkat kepuasan pemakai.
Layanan yang bisa di evaluasi antara lain layanan referensi, layanan sirkulasi, serta layanan-layanan lainnya yang ada di perpustakaan baik perpustakaan manual maupun perpustakaan digital. Cara mengevaluasi virtual library berbeda dengan layanan yang ada di perpustakaan manual. Cara mengevaluasi layanan Virtual Library adalah dengan menggunakan counting system atau mesin penghitung. Sebagai contoh, untuk mengevaluasi layanan e-journal, maka dilihat dari berapa orang yang sudah menggunakan layanan tersebut.
·         Mengetahui kebutuhan informasi yang tidak terpenuhi
Apabila pemakai tidak menemukan informasi di perpustakaan, maka pustakawan dapat memberikan rujukan ke perpustakaan lain sebagai tempat alternatif.

·         Mengetahui sikap pemustaka
Pustakawan harus bisa menghadapi pemustaka yang sikapnya beragam secara profesional dan tidak menyinggung perasaan.
·         Mengetahui kecenderungan koleksi yang diminati pemustaka
Pustakawan harus mengetahui koleksi-koleksi apa saja yang diminati pemustaka kemudian mengembangkannya secara up to date sehingga pemustaka lebih antusias untuk datang ke perpustakaan.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kajian pemakai dipakai ketika ingin meneliti karakteristik pemustaka, pada saat mempelajari indovidu sebagai pemusaka, dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi para pemustaka. Dengan melakukan kajian pemustaka, maka kita dapat mengetahui kebutuhan informasi, mengetahui pola pencarian informasi, mengevaluasi layanan perpustakaan, mengetahui kebutuhan informasi yang tidak terpenuhi, mengetahui sikap pemustaka, mengetahui kecenderungan koleksi yang diminati pemustaka.


DAFTAR PUSTAKA
www.unesco.org/webworld/ramp/html/r8722e/r8722e0l.htm (diakses pada tanggal 23 September 2014, 19:28)
Rivai, Rivalna. 2011. Perilaku Pencarian Informasi Pejabat di Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Ambon. Depok: Universitas Indonesia.
Sulistyo-Basuki. 2004. Pengantar Dokumentasi. Bandung: Rekayasa Sains.
www.lib.atmajaya.ac.id (diakses pada tanggal 25 September 2014, 08:58)
http://jevirian.files.wordpress.com/2011/10/kp-ibu-endang.pdf (diakses pada 23 September 2014, 20:02)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar